Kamis, 13 Desember 2018

Tugas Moral Fundamental (semester 1)


Nama                   : Yordianus Pajo Hewen
NIM                     : 170510061
Tingkat               : II
Mata Kuliah       : Moral Fundamental
Dosen                  : Largus Nadeak, Lic. S. Th.

HATI NURANI SEBAGAI PENILAIAN MORAL
PENGANTAR
            Manusia dalam bertindak tidak terlepas dari pengetahuan moral. Pengetahuan mengenai hati nurani adalah pengetahuan yang sangat penting dan sebagai ilmu tertinggi yang dapat berhubungan langsung dengan Tuhan.Sebagai ilmu tertinggi, hati nurani dapat memberikan penilaian dan kesaksian mengenai kebaikan moral atau kejahatan kepada dirinya sendiri. Hati nurani mempunyai kaitan yang jelas dengan moralitas karena hati nurani dapat menyingkapkan dengan terang dimensi etis dalam hidup manusia. Hati nurani mengungkapkan penghayatan tentang baik buruk berkaitan dengan tingkah laku yang konkret. Ia sebagai pedoman yang bisa digunakan untuk membedakan antara yang benar secara moral dan yang salah serta mendesak kita untuk melakukan apa yang kita anggap sebagai suatu kebenaran. Hati nurani menjatuhkan penilaian atas tindakan kita dengan mengeksekusi penilaian itu di dalam jiwa kita. Sesungguhnya suara hati merupakan penilaian moral mengenai manusia dan perbuatan-perbuatannya, suatu penilaian untuk menyatakan tidak bersalah atau mengutuk dengan berdasarkan dari apakah perbuatan itu selaras atau tidak dengan hukum Allah yang tertulis dalam hati.[1]
  A. Pengertian Hati Nurani
            Hati nurani berasal dari bahasa Inggris yakni conscientia berasal dari kata Latin conscientia, dengan dua suku kata con yang berarti “dengan” atau “bersama” dan kata scire yang berarti “mengetahui”. Berdasarkan arti etimologisnya, hati nurani berarti mengetahui dengan atau mengetahui bersama. O. Hallesby, Seorang ahli teologi Norwegia merumuskan hati nurani sebagai kesadaran atau suatu hukum yang kudus, yang jauh melebihi yang dimiliki manusia.[2] Sedangkan Immanuel Kant mengartikan hati nurani sebagai salah satu bagian dalam diri setiap orang yang sedia atau tidak sedia menanggapi hukum moral yang universal yang sebenarnya adalah hukum moral Allah.[3] Katekismus Gereja Katolik merumuskan hati nurani sebagai keputusan akal budi, di mana manusia mengerti apakah suatu perbuatan konkret yang direncanakan, sedang dilaksanakan atau sudah dilaksanakan. Dari beberapa pengertian di atas, hati nurani dapat dirumuskan sebagai kesadaran yang dianugerahkan Allah kepada manusia, agar manusia mampu membedakan hal yang baik dan hal yang buruk dan bertindak secara tepat. Hati nurani merupakan kesadaran personal yang berperan dalam situasi konkret untuk mengetahui, mengenal, menyaksikan, menilai dan mengadili.
  B. Penilaian Hati Nurani
            Penilaian hati nurani adalah suatu penilaian praktis. Suatu penilaian yang menyebabkan diketahuinya apakah perbuatan itu harus dilakukan seseorang atau tidak boleh dilakukannya atau menilai suatu perbuatan yang telah dilakukan. Hati nurani membuka tuntutan yang obyektif dan universal dari kebaikan moral menjadi suatu perintah batin bagi individu dan suatu ajakan untuk melakukan apa yang baik dalam situasi tertentu. Hallesby mengungkapkan bahwa hati nurani tidak dapat bertindak, melainkan hanya dapat menyampaikan penilaian.[4] Hallesby menguraikan penilaian hati nurani dalam empat cara yaitu pertama, penilaian itu yang terakhir dan tidak memihak. Hati nurani tidak mempertimbangkan bukti, tetapi hanya membuat penilaian pribadi sekaligus tidak memihak, sebab ia menerima informasi yang diberikan kepadanya dan menyatakan penilaiannya. Kedua, hati nurani tidak dapat dibantah dan dapat dibawa naik banding. Sekali telah berbicara, hati nurani tidak dapat diyakinkan, dibujuk atau diperintah untuk mengubah penilaiannya. Ketiga, hati nurani bersifat pasti, yaitu memberikan penilaiannya dan tidak memberikan alasan-alasannya. Ia tidak menjelaskan mengapa ia menilai suatu tindakan dengan cara tertentu, tetapi hanya menyatakan bahwa tindakan itu benar atau salah. Keempat, hati nurani bersifat individual. Hati nurani seseorang tidak dapat menilai sesuatu dengan cara yang persis sama seperti hati nurani orang lain menilai sesuatu. Hati nurani berbicara hanya kepada satu individu, tidak kepada seorangpun yang lain dan ia dipengaruhi oleh pengajaran atau pengalaman yang khas dari individu tersebut.[5]
            Penilaian hati nurani tidak hanya terbatas pada tindakan-tindakan kita. Objek penilaian hati nurani sangatlah beragam. Hati nurani menilai kata-kata kita, yakni apa yang telah kita katakan dan cara bagaimana kita mengatakannya. Penilaian itu menurut kejujuran, kasih dan kebaikan yang dinyatakan melalui komunikasi kepada orang lain. Selain menilai kata-kata kita, hati nurani juga menilai pikiran-pikiran kita. Manusia sering kali menekan hati nuraninya pada titik ini. Hal ini terjadi karena belum terjadi suatu tindakan yang dapat dilihat dan juga pikiran sering menjadi kacau serta dapat berlalu begitu cepat. Hati nurani bekerja pada pikiran-pikiran yang secara terus menerus timbul dan tenggelam, pola-pola yang berlangsung lama dan sesaat ataupun yang mengandung bahaya. Hati nurani memperingatkan kita pada saat pola pikiran tersebut muncul. Hati nurani juga menilai sikap-sikap kita. Sikap-sikap adalah semua perasaan atau pendapat kita tentang hal-hal tertentu misalnya kita menyimpan sikap-sikap kasih, benci, simpati, amarah, ketidakprihatinan dan sebagainya. Sikap-sikap tersebut berada pada satu tingkat di bawah pikiran-pikiran yang sadar. Hati nurani menelusuri serta menilai semua sikap yang muncul tersebut. Akhirnya, hati nurani menilai motivasi-motivasi kita. Motivasi merupakan alasan-alasan langsung yang mendasari suatu tindakan tersebut dinyatakan. Suatu motivasi yang benar akan menghasilkan suatu tindakan yang baik atau tepat. Hati nurani akan menilai apakah motivasi yang muncul bertentangan atau sesuai dengan hukum moral yang berlaku.[6]
            Hati nurani berfungsi setiap saat, tetapi kekuatan dan kemampuannya untuk mempengaruhi berubah-ubah. Fungsi suara hati dalam menilai tidak selalu berjalan tetap. Dalam keadaan tertentu ia berbicara dengan lemah dan kadang-kadang dengan sangat keras dan jelas. Hati nurani biasanya sulit menilai sebelum suatu tindakan direncanakan dimulai. Seberapa kuat ia berbicara sangat dipengaruhi oleh informasi yang telah dimasukan dalam pikiran kita. Tetapi, selama suatu tindakan sedang dilakukan, hati nurani biasanya berada pada tingkat pengaruh yang paling lemah. Hal ini terjadi sebab kita sering terlalu fokus untuk terlibat dalam apa yang sedang kita kerjakan, sehingga membuat kita tidak peka terhadap jeritan hati nurani kita. Hati nurani berbicara dengan sangat keras setelah suatu tindakan itu selesai. Hati nurani membuat penilaian dan mendesak kita membuat restitusi atas kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh tindakan itu.[7]

KESIMPULAN
            Hati nurani merupakan anugerah universal dari Allah. Dalam hati, setiap manusia sebelum bertindak atau melakukan sesuatu, ia sudah mempunyai kesadaran atau pengetahuan umum bahwa ada yang baik dan ada yang buruk. Setiap orang memiliki kesadaran moral tersebut  walaupun taraf kesadaran dari setiap manusia berbeda-beda. Pada saat-saat menjelang suatu tindakan etis, pada saat itulah kata hati akan menilai apakah perbuatan itu baik atau buruk. Penilaian suara hati mempunyai corak mewajibkan di mana manusia harus bertindak sesuai dengannya. Jika manusia bertindak melawan penilaian tersebut maka ia akan dihukum oleh hati nuraninya sendiri yang merupakan norma terakhir dan moralitas pribadi. Penilaian tindak membentuk hukum melainkan memberi kesaksian mengenai otoritas dari hukum alam dan akal praktis dengan menunjukkan kebaikan tertinggi.[8]

REFLEKSI KRITIS
            Suara hati sebagai penilaian dari suatu perbuatan, tidak luput dari kemungkinan untuk keliru. Konsili Vatikan II mengungkapkan bahwa “akan tetapi tidak jaranglah terjadi bahwa suara hati tersesat. Santo Paulus juga menasihatkan kepada kita bahwa suara bukanlah suatu penilaian yang tidak dapat keliru, suara hati dapat melakukan kesalahan. Namun kekeliruan itu terjadi atas ketidaktahuan yang tidak dapat diatasi atau tidak disadari oleh si pelaku. Suara hati sebagai penilaian konkrit yang terakhir memperoleh martabatnya apabila hati nurani memperoleh kebenaran. Kebenaran yang diperoleh tersebut merupakan suatu kebenaran yang obyektif  bukanlah secara subyektif, sebab suatu kebenaran yang diakui secara subyektif hanya akan menimbulkan kesesatan. Dengan demikian, untuk dapat memperoleh penilaian hati nurani yang benar atas suatu tindakan, hati nurani perlu mendapat pelatihan yang secara terus menerus dengan membiasakan diri untuk mendengarkan secara cermat dan teliti setiap bisikan hati nurani.

Daftar Pustaka               
Hallesby, O. Conscience. London: Inter-Varsity Press, 1950.
Yohanes Paulus II. Ensiklik Veritatis Splendor (Cahaya Kebenaran). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1994.
While, Jerry. Kejujuran, Moral dan Hati Nurani. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987.





[1] Yohanes Paulus II, Ensiklik Veritatis Splendor (Cahaya Kebenaran) (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1994), no. 120.
             [2]  O. Hallesby, Conscience (London: Inter-Varsity Press), hlm. 14.
[3]  Jerry While, Kejujuran, Moral dan Hati Nurani (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), hlm. 13-14.
             [4]  O. Hallesby, Conscience..., hlm. 29-30.
             [5]  Jerry While, Kejujuran..., hlm. 61-17.
[6]  Jerry While, Kejujuran…, hlm. 22-23.
[7] Jerry while, Kejujuran…, hlm. 20.
[8] Yohanes Paulus II, Ensiklik…, no. 121.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar