KESENIAN
BUDAYA LAMAHOLOT
1.
PENDAHULUAN
Suku lamaholot
adalah salah satu komunitas yang terdapat di kabupaten Flores Timur yang
terdiri dari Larantuka, Solor, Adonara dan sebagian lagi dari kabupaten Lembata
(kecuali etnik Kedang). Masyarakat Lamaholot bernaung di bawah satu keyakinan
dengan sebutan Lera Wulan Tanah Ekan
yang merupakan wujud tertinggi kepercayaan mereka kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Masyarakat
Lamahohot terkenal dengan beragam budaya dan kesenian yang adalah warisan dari
para leluhur mereka. Hampir setiap daerah memiliki budaya dan kesenian yang
sama walaupun terpisah daratannya. Kesenian yang dimiliki masyarakat Lamaholot ini
sebagian besar telah mengalami pergeseran makna seiring berjalannya waktu.
Namun ada juga yang mempertahan makna asli yang diwariskan oleh para leluhur
mereka.Tulisan ini mengedepankan garis besar budaya Lamaholot dalam bidang
kesenian dengan memberikan klasifikasi apakah tergolong dalam hal-hal yang
bersifat religius/sakral ataukah bersifat profan untuk dijadikan bahan
pengetahuan.
2.
ISI
2.1 Kesenian yang Bersifat
Religius/Sakral
2.1.1 Tarian
a.
Tarian Hedung
Tarian
Hedung merupakan tarian perang. Menurut sejarahnya, pada zaman dahulu sering
terjadi perang tanding, baik antar suku maupun antar kampung. Sebelum berangkat
ke medan perang, mereka terlebih dahulu berkumpul untuk melakukan tari hedung
dan ritual agar diberikan keselamatan dan kemenangan dalam peperangan. Selain
itu, Tarian Hedung dimakanai oleh masyarakat Lamaholot sebagai penghormatan
kepada leluhur dan juga sebagai tarian penyambut dalam sebuah serimonial
tertentu.
b.
Tarian Hama/hamang
Tarian
ini bersifat religius karena bertujuan untuk memberi penghormatan serta
mengenang roh-roh nenek moyang, yang bagi masyarakat Lamaholot mempunyai jasa besar
untuk kehidupan mereka.
Berdasarkan
pada sejarahnya, tarian ini beasal dari nama orang yaitu Hama yang kemudian
dijadikan sebagai nama salah satu suku yakni suku Namang.[1]
c.
Tarian Namanigi
Berasal
dari daerah Lamatou. Tarian ini dibawakan oleh pria dan wanita dalam membuka
atau bahkan menutup sebuah ritual. Tarian ini bukan sekedar sebagai penghibur
melainkan menghantar orang untuk masuk dalam ritual yang akan dilaksanakan.
d.
Tari Muro Ae
Tarian
ini pada awalnya dilakukan pada saat penyambutan tamu agung kerajaan. Dalam
perkembangannya tari Muro Ae masuk
dalam ritual khusus perkawinan yakni jemput dan antar pengantin.Tarian ini
hanya dilakukan oleh kaum wanita.
2.1.3 Alat Musik
Alat musik tradisional
masyarakat Lamaholot yang mempunyai sifat religiusitas yaitu:
Ø Gong
Ina
merupakan gong induk
yang memiliki ukuran yang besar
Ø Gong
Ana
Anak Gong yang
mempunyai ukuran yang lebih kecil dan biasanya berjumlah tiga samapi lima buah.
Ø Gong
Amalake
Mempunyai ukuran yang
sama dengan gong Ana tetapi mempunyai bunyi yang berbeda.
Ø Geda/gendang
Biasanya Terbuat dari
kulit kambing dan memiliki ukuran yang cukup besar, sedangkan kayunya dari
batang pohon lontar.
2.1.4 Busana Adat
a.
Kwatek
Sarung
yang dipakai oleh kaum wanita dan merupakan pakain resmi dalam adat istiadat
masyarakat lamaholot misalkan ketika mengikuti ritual-ritual tertentu dan juga
dipakai dalam tarian hedung.Proses pembuatan Kwatek memakan waktu yang cukup
lama karena bergantung pada musim berbunga dari pewarna(kerore) dan bergatung
pada musim berbuah kapas.
Kereligiusannya
terletak pada corak motif yang tergambar serta warna pada sarung tersebut.
Setiap corak motif mempunyai makna tersendiri yang sangat mempengaruhi
penggunaanya, artinya harus sesuai suasana yang tepat.
b.
Nowi’n
Sarung
yang digunakan oleh kaum pria. Penggunaan Nowi’n sama dengan Penggunaan Kwatek
pada kaum wanita. Kedua Tenunan Tradisional Ini menjadi busana resmi bagi masyarakat lamaholot.[2]
c.
Snuji
Busana
yang dipakai oleh kaum wanita dan pria dalam tarian adat seperti dalam tarian Namanigi. Pakaian ini mempunyai sisi
religiusitas yang tinggi sebab mempunyai motif yang terlihat cukup seram yang
menggambarkan relasi antara roh-roh para leluhur. Warna dasarnya ialah hitam
keabu-abuan.
2.1.5 Seni arsitektur
dan ukir tradisional
a.
koko/korke
Dalam
melaksanakan segala ritual yang berkaitan dengan Lera Wulan Tana Ekan, masyarakat Lamaholot mendirikan rumah adat
yang disebut dengan koko/korke.[3]
Setiap kampung memiliki korke atau rumah adatnya masing-masing. Kontruksi rumah
adat ini berupa bangunan tinggi dengan atap lancip yang terbuat dari
alang-alang. Korke berfungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka milik
suku dan juga sebagai tempat kebaktian pelaksanaan berbagai ritus adat dan
pusat sosialisi atau pertemuan dari setiap kepala suku.
Korke
merupakan “gereja’ tradisional leluhur, pusat pengharapan dan penghiburan
mereka. Upacara ritual keagamaan dilakukan di korke yang berfungsi sebagai
‘rumah ibadah” dan tempat para sesepuh adat bermusyawarah mengenai masalah atau
persoalan penting suku tentang urusan agama dan adat.[4]
b.
Seni ukir pada dinding korke
Ukiran yang terdapat pada beberapa bagian kayu
rumah adat secara filosofis mempunyai arti penting, selain keindahan. Ukiran
itu umumnya memiliki makna religius dan kosmos karena hanya dilakukan seniman
yang paham tradisi setempat. Terdapat berbagai jenis ukiran yang pada umumnya
melambangkan kehidupan seperti pohon-pohon, air, ular, ayam, cecak dan berbagai
jenis binatang lainnya yang agak sulit dipahami.
c.
Nuba Nara
Nuba Nara merupakan sebuah batu yang
dibentuk sedemikian rupa oleh Masyarakat Lamaholot untuk dijadikan meja
persembahan atau altar.
Tanda atau simbol kehadiran Wujud Tertinggi Lera Wulan Tanah Ekan, diimani lewat Nuba Nara.[5] Nuba Nara menurut pandangan masyarakat Lamaholot yang belum mengenal gereja adalah sebagai tempat suci di mana mereka dapat menyampaikan permohonan, misalnya: mendatangkan hujan, supaya panen berhasil, terhindar dari segala penyakit, terhindar dari bencana alam yang merugikan hidup mereka dan menang dari perang. Dari pandangan masyarakat Lamaholot terhadap Nuba Nara ini membawa sisi religiusitasnya hingga saat ini.
Tanda atau simbol kehadiran Wujud Tertinggi Lera Wulan Tanah Ekan, diimani lewat Nuba Nara.[5] Nuba Nara menurut pandangan masyarakat Lamaholot yang belum mengenal gereja adalah sebagai tempat suci di mana mereka dapat menyampaikan permohonan, misalnya: mendatangkan hujan, supaya panen berhasil, terhindar dari segala penyakit, terhindar dari bencana alam yang merugikan hidup mereka dan menang dari perang. Dari pandangan masyarakat Lamaholot terhadap Nuba Nara ini membawa sisi religiusitasnya hingga saat ini.
d.
Seni ukir
Neak.
Neak adalah salah satu alat minum Tradisional yang
terbuat dari tempurung kelapa tua. Bentuknya seperti piala. Penggunaan alat
Neak ini sebagai alat minum arak pada saat upacara adat dan hanya dikhususkan
pada orang tertentu seperti para ketua suku dan pembesar lainnya.
e.
Seni ukir
Knume (parang)
Parang dalam kebudayaan masyarakat lamaholot
terdapat beberapa jenis salah satunya ialah Knume
Bliwa (parang perang) yang digunakan oleh masyarakat Lamaholot dalam tarian
hedung. Parang ini berukuran panjang dan sedikit melengkung. bagi masyarakat di
daerah Tanjung Bunga, parang ini hanya dapat digunakan pada saat ritual adat
berlangsung.
2.1.6 Seni Suara Tradisional
a.
Maraboka
Maraboka
merupakan sebuah lagu yang biasa dibawakan oleh masyarakat Lamaholot terlebih
khusus dari dareah Lamatou dalam acara adat tertentu seperti dalam upacara
perkawinan, upacara oho ana (permandian)
dan juga ketika ingin berhubungan dengan roh-roh nenek moyang.. Maraboka adalah
syair lisan yang dibawakan oleh orang tertentu yang mempunyai kharisma
tersendiri. Pada umumnya merupakan warisan dari para leluhur mereka.
b.
Opak
Lagu ini dibawakan pada saat saat upacara
kebesaran suku yang bisa dibawakan oleh ketua suku atau mereka yang mempunyai
kemampuan dalam bidang ini. Opak dibawakan
pada saat upacara adat ola ma (garap
lahan), pula ma (manen dan membersihkan padi) juga dalam upacara hode ana (jemput pengantin).
c.
Hoke
Sejenis
syair lagu yang dibawakan oleh ketua suku atau orang yang telah dikaruniai
kemapuan dari para leluhurnya, dalam upacara penyambutan tamu kebesaran. Dalam
perkembangannya, lagu ini dibawa juga oleh masyarakat Lamaholot di daerah
Tanjung Bunga dan Lewolema ketika menerima imam baru. Selain sebagai tanda
penghormatan bagi tamu, lagu ini juga akan membawa kita pada sisi religiusnya
yakni mengucap syukur kepada Sang Penguasa Bumi.
2.2 Kesenian yang Bersifat Profan
2.2.1 Tarian
a.
Tarian Dolo-dolo
Tarian
Dolo-dolo identik dengan lamaholot dan merupakan salah satu tarian yang populer
bagi masyarakat Flores Timur, lembata, adonara dan Solor. Tarian ini
dikategorikan sebagai tarian massal yang dapat diikuti oleh seluruh masyarakat
dari semua kalangan. Pada zaman dahulu, tarian dolo-dolo sangat menonjol bagi
kaum muda mudi sebagai arena perjumpaan untuk membangun persahabatan dan
menemukan jodohnya.
Dalam
tarian ini, setiap peserta akan saling mentautkan jari kelingking dan membentu
lingkaran. Para peserta akan saling melantunkan pantun dan saling
berbalas-balasan. Selama masih bisa berbalas-balasan tarian ini tidak akan
berhenti. Tarian ini lebih bertujuan pada rekreatif dan untuk menggembirakan
suasana.
b.
Tarian Kote/Gasing
Tarian
ini muncul dari permainan gasing atau kote yang biasa dilakukan oleh anak-anak
remaja di depan pelataran korke.[6]
Khusus dari daerah Tanjung Bunga tepatnya di desa Lamatou tarian kote dijadikan
sebagai ajang perjudian untuk memperebutkan seorang gadis. Tarian ini lebih
pada sebuah permainan yang besifat rekreatif.
2.2.2 Alat musik
tradisional
a.
Gambus
Gambus
merupakan salah satu alat musik tradisonal masyarakat Lamaholot yang tidak
memiliki sifat religius. Penggunaan alat musik gambus tidak pada orang tertentu
tetapi berlaku untuk semua kalangan. alat musik ini dapat digunakan untuk
mengiringi setiap tarian baik yang bersifat religius maupun profan.
b.
Letto
Letto
adalah salah satu jenis alat musik yang berasal dari daerah Adonara. Fungsi
alat musik ini bukan sebagai pengiring tarian atau lagu tetapi bunyinya
digunakan untuk memanggil orang untuk berkumpul.Biasanya di pasang di kebun dan
bunyinya sebagai tanda memulai suatu kegiatan di kebun.
2.2.3 Perhisan
Tradisional
a.
Nille (manik-manik)
Nille
merupakan alat perhiasan tradisonal yang di kenakan pada leher kaum wanita.
Pada zaman dahulu nille mempunyai
makna religius yang tinggi karena hanya dikenakan pada orang tertentu yakni
wanita-wanita dewasa dan digunakan dalam tarian adat. Tetapi Dalam perkembangan
waktu sisi religius atau kesakralannya hilang akibat penggunaan nille secara
bebas bagi semua kalangan.
b.
Kala bala
Kala Bala (Gelang
dari gading) merupakan salah satu jenis
perhiasan bagi kaum wanita yang semakin populer saat ini. Kepopulerannya dan pemakaian
oleh semua kalangan masyarakat membuat Kala
Bala kehilangan sisi religiusnya. Pada zaman dahulu Kala Bala hanya dipakai oleh kaum wanita yang akan beranjak dewasa.
Kala Bala sebagai simbol kedewasaan
seseorang mengalami pergeseran makna menjadi sebuah perhiasan semata.
3.
PENUTUP
Hidup manusia
tidak dapat dipisahkan dari budaya. Budaya merupakan salah satu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari
generasi ke generasi berikutnya. Sebagai bentuk warisan dari para leluhur,
warisan itu tidak selalu bersifat tetap namun dapat berubah sesuai dengan
tuntutan zaman.
Masyarakat
Lamaholot memiliki berbagai jenis kebudayaan yang dijadikan sebagai kekayaan
mereka. Sebagai makluk yang berbudaya, masyarakat Lamaholot mampu
mempertahankan dan melestarikan kebudayaan mereka yakni salah satunya kita
temukan dalam kesenian budaya Lamaholot yang terdiri dari seni tari, seni
musik, seni arsitektur dan ukir, seni suara dan sebagainya yang masih dapat
bertahan hingga saat ini. Setiap kesenian daerah selalu memiliki makna tersendiri
bagi mereka yang telah diamanatkan oleh para leluhur mereka. Makna religiusitas
dari suatu kesenian membuat masyarakat Lamaholot semakin menghargai serta
menjaga kelestarian budaya mereka.
Harus juga
diakui bahwa sisi religiusitas atau kesakralan dari suatu kesenian, suatu waktu
akan mengalami pergeseran makna sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin
modern . Ini merupakan suatu tantangan yang harus dihadapai oleh masyarakat
Lamaholot dalam mempertahan sifat religius kebudayaan mereka.
Bibliografi
Ataladjar, Thomas B. Dari Tanah Nubanara Menuju Tanah Misi.
Jakarta: koker, 2015.
Hurit, Silvester Petala (ed.). Kumpulan Cerita Rakyat Flores
Timur(Lamaholot). Ende: Nusa Indah, 2015.
[1] Thomas
B. Ataladjar, Dari Tanah Nubanara Menuju
Tanah Misi (Jakarta: Koker, 2015), hlm. 79.
[6] Sivester Petala Hurit, et al (ed.), kumpulan…, hlm. 159.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar